Kebakaran Hutan dan Lahan yang selanjutnya disebut Karhutla adalah suatu peristiwa terbakarnya hutan dan/atau lahan, baik secara alami maupun oleh perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang menimbukan kerugian ekologi, ekonomi, sosial budaya dan politik tidak hanya di lokasi/wilayah terjadinya kebakaran, tetapi juga lokasi/wilayah lain yang terpapar dampak kebakaran. Karhutla akan berlangsung selama masih ada oksigen, bahan bakar dan panas atau sumber api yang lebih dikenal dengan segitiga api sehingga dibutuhkan upaya dan teknik yang tepat dalam upaya pengendalian karhutla.
Baca Juga : Desain Sanctuary Badak Sumatera
Paska karhutla tahun 2015, Presiden RI menginstruksikan untuk mengubah paradigma pengendalian karhutla dengan pengarusutamaan upaya pencegahan karhutla. Dengan demikian, pengendaliaan karhutla dilaksanakan tidak terbatas pada saat pemadaman tetapi juga harus memprioritaskan berbagai kegiatan pra-kebakaran dan pasca-kebakaran. Hal yang dilakukan dalam periode pra-karhutla adalah segala upaya yang dilakukan dalam mengurangi potensi dan meminimalkan luas karhutla sedangkan pasca-karhutla merupakan upaya pemulihan areal hutan dan lahan yang terbakar.
Pengendalian karhutla dapat dilakukan secara konvesional maupun dengan pendekatan teknologi yang tepat guna. Strategi pencegahan karhutla dilakukan dengan prinsip pengurangan bahan bakar (hazard reduction) dan pengurangan sumber api (risk reduction). Pengurangan bahan bakar dan sumber api dilakukan dengan metode pencegahan 3E (Education, Engineering dan Law Enforcement). Engineering merupakan cara pencegahan karhutla dengan pendekatan teknis. Beberapa metode yang termasuk bagian dari pendekatan teknis ini dilakukan dengan pembuatan sekat bakar dan ilaran api. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 32/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan Pasal 52 ayat (3) menjelaskan bahwa sekat bakar merupakan salah satu sarana keteknikan pencegahan kebakaran hutan.
Teknik pembuatan sekat bakar sebelumnya telah diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Nomor 248/Kpts/Dj-vi/1994 tentang Prosedur Tetap Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan, namun masih sederhana dan belum mempertimbangkan berbagai aspek yang mempengaruhi kegiatan pencegahan dan penanggulangan karhutla seperti tipe ekosistem, topografi, aksesibilitas dan ketersediaan sumberdaya. Peraturan tersebut belum mencakup pencegahan karhutla melalui pembuatan sekat bakar sebelum terjadi kebakaran dan kegiatan-kegiatan dalam rangka pemeliharaan dan pembaharuan sekat bakar. Pemeliharaan atau pembaharuan sekat bakar menjelang perkiraan waktu rawan terjadinya karhutla merupakan hal yang sangat penting dilaksanakan untuk memastikan fungsi sekat bakar optimal.
Berbagai studi telah dilaksanakan dalam mengoptimalisasi fungsi pembuatan sekat bakar dalam upaya pengendalian karhutla, namun sampai saat ini belum ada desain teknis yang dapat dijadikan pedoman dalam pembuatan dan pemanfaatan sekat bakar. Perencanaan dan pembuatan sekat bakar juga perlu melibatkan masyarakat dengan tujuan masyarakat dapat mengurangi potensi kejadian karhutla melalui kegiatan pemeliharaan sekat bakar yang memiliki fungsi sosial dan ekonomi buat mereka.
Berkaitan dengan fungsi sekat bakar sebagai salah satu sarana keteknikan pengendalian karhutla yang meliputi berbagai kepentingan pemangkuan wilayah pengelolaan hutan, maka diperlukan suatu pedoman pembuatan sekat bakar yang dapat diadaptasi dan diimplementasikan dalam berbagai kondisi di lapangan.
Untuk lebih lengkap, silakan......